KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Kisah
Nabi Ibrahim as”.
Makalah
ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
N
|
abi Ibrahim adalah putera Aaazar
(Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin
Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama
"Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada
waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan
Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur, rakyat hidup senang,
sejahtera dalam keadaan serba berkecukupan serta sarana-sarana yang menjadi
keperluan pertumbuhan hidup mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka
masih berada di tingkat jahiliyah (kebodohan). Mereka tidak mengenal Tuhan
Pencipta mereka yang telah memberikan mereka segala kenikmatan dan kebahagiaan
duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari
batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja
mereka Namrud bin Kan'aan
menjalankan pemerintahannya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua
kehendaknya harus dilaksanakan dan segala perintahnya merupakan undang-undang
yang tidak dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di
tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia nikmati
lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia
merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berpikir jika
rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbuat dari batu yang
tidak memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan
dirinya sendiri yang disembah sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat
mendengar, dapat berpikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi
mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah
orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina diangkatnya menjadi orang mulia.
disamping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang
besar dan luas.
Di
tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahirlah Nabi Ibrahim dari
seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon
Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa cahaya kebenaran kepada kaumnya, yang
telah diilhami akal sehat dan fikiran tajam serta kesadaran bahwa apa yang
telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat
yang menandakan kebodohan dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung
itu adalah perbuatan mungkar yang harus diperangi agar mereka kembali kepada
persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan
pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering
disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena
iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya ia tidak bersemangat
untuk menjajakan barang-barang tersebut bahkan secara mengejek ia menawarkan
patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah
yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Nabi
Ibrahim Ingin Melihat Bagaimana Makhluk Yang Sudah Mati Dihidupkan Kembali Oleh
Allah
Nabi
Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan
berhala yang berlangsung dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu
mempertebalkan iman dan keyakinannya hatinya serta membersihkannya dari
keragu-raguan yang mungkin sesekali mengganggu pikirannya dengan memohon kepada
Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati. Berserulah ia kepada Allah: "Ya
Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk
yang sudah mati." Allah menjawab seruannya dengan berfirman: “Tidakkah
engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?" Nabi Ibrahim
menjawab: "Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya
kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan
mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dalam
hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu."
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung lalu memotongnya menjadi potongan-potongan dan mencampur-baurkan,
kemudian tubuh burung yang sudah hancur dan bercampur-baur itu diletakkan di
atas puncak setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari
yang lain.
Setelah dikerjakan apa yang telah
diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahlah Nabi Ibrahim memanggil burung-burung
yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah jauh tiap-tiap potongan tubuh
burung tersebut.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan
Nabi Ibrahim dan hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya,
dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat
menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya
dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah apa yang
diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan menghilangkan
kemungkinan keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan
kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat
menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang
difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki "Fayakun".
2.
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala
bahkan ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri
dan darinya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.
Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban
pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah
menyadarkan ayah kandungnya dulu, orang yang terdekat dengannya, bahwa
kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang
sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya
memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan
mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan
sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap
orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya dan
menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia
telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya.
Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut apakah yang mendorongnya untuk
menyembah berhala seperti kaumnya, padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak berguna sedikit pun, tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi
penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada
ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bum.
Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
agar berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan, memberi mereka rezeki
dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada
manusia.
Aazar
menjadi geram dan marah mendengar kata-kata seruan puteranya, karena puteranya
sendiri telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan
mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan
agama yang Nabi Ibrahim bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam makian seakan-akan tidak ada
hubungan darah diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada
gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku?
Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku
mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku.
Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau
hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bersama denganmu didalam suatu rumah di
bawah satu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu
dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menanggapi kemarahan
ayahnya, kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap
ayah, seraya berkata: "Oh ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap
memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan
selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan
malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan
rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan prihatin karena tidak berhasil mengangkat
ayahnya dari lembah syirik dan kufur.
3.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya
berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik. Namun
ia sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya
dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan
hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan
kepada kaumnya untuk meninggalkan persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan
yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan berdakwah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa. Dan
ternyata bahwa bila mereka sudah tidak bisa menyanggah alasan-alasan dan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan
kebathilan kepercayaan mereka maka alasan yang usang yang mereka kemukakan
yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang oleh bapak-bapak dan nenek moyang
mereka dilakukan sebelumnya dan sesekali mereka tidak akan melepaskan
kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa
tidak bermanfaat lagi berdebat dan berdakwah dengan kaumnya yang berkepala batu
dan yang tidak mau menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan
oleh beliau, mereka selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka
tidak akan menyimpang dari cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun oleh
Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa mereka dan moyang mereka keliru dan
tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi
Ibrahim kemudian merencanakan akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka
dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan
kebiasaan penduduk kerajaan Babylon pada masa itu, setiap tahunnya mereka
keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai hari
keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka,
berkemah dengan membawa bekal makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka
ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi.
Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan
turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga
turut diajak ikut serta, tapi Nabi Ibrahim berpura-pura sakit dan diizinkanlah
ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khawatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim
yang dibuat-buat itu akan menular di kalangan mereka bila ia ikut serta.
Ketika
melihat kota sudah kosong dari penduduknya, dengan membawa sebuah kapak
ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan
tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat
diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada sesembahan bunga-bunga
dan makanan yang berada di setiap kaki patung, berkata Nabi Ibrahim: "Mengapa
kamu tidak makan makanan yang lezat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku
dan berkata-katalah kamu!." Kemudian ditendang, dan dipukullah
patung-patung itu dan dihancurkannya berkeping-keping dengan kapak yang berada
di tangannya. Patung yang paling besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu dan
pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, ketika mereka pulang dari berpesta ria di luar
kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan
dan menjadi potongan-potongan yang berserakkan di atas lantai. Bertanyalah
salah satu diantara mereka kepada yang lain: "Siapakah yang telah
berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan
persembahan mereka ini?" Berkata salah seorang diantara mereka: "Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami
yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata: "Dialah yang
pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu
kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Akhirnya terdapat kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang
merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai
membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak
dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mereka. Suara marah,
jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku
dimintai pertanggungjawabannya dalam suatu pengadilan terbuka, dimana seluruh
rakyat penduduk kota dapat ikut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agama dan kepercayaan yang ia bawa, bilamana diantara yang hadir ada yang bisa
terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.
Hari
pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berbondong-bondong
mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili, ia disambut oleh
para masyarakat dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat marahnya
para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan
persembahan mereka.
Ditanyalah
Nabi Ibrahim oleh para hakim: "Apakah engkau yang melakukan penghancuran
dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi
Ibrahim menjawab: "Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya
itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah
yang menghancurkannya." Para hakim terdiam sejenak seraya melihat yang
satu kepada yang lain dan berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim mengejek mereka.
Kemudian berkata si hakim: "Engkau tahu bahwa patung-patung itu tidak
dapat berbicara dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawaban
atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat dan warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim
itu: "Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang
tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat
membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari
kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan
persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal sehat bahwa
persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya dipahami oleh syaitan.
Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam
sekitar kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan.
Alangkah hinanya kamu dengan persembahan kamu itu."
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, para hakim memutuskan bahwa
Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya
menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berkatalah para hakim
kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu: "Bakarlah ia dan bela
tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
4.
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
pengadilan telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar, sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat disiapkan.
Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu
bakar dengan banyaknya tiap penduduk secara gotong-royong harus membawa kayu
bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan
mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari
segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada
tuhan mereka. Diantara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit
yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh berkah dari
tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang
hamil di kala ia bersalin.Setelah terkumpul kayu bakar di lanpangan yang
disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah
bukit, lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat. Kemudian dalam
keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim didatangkan dan dari atas sebuah gedung yang
tinggi dilemparkanlah ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan
iringan firman Allah: "Hai api, menjadilah engkau dingin dan
keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang
menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakal
karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba
pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh
Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam api yang
dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya
tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus,
sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit
pun tersentuh oleh api, ini merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah
kepada Nabi Ibrahim agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan
kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Para
penonton upacara pembakaran tercengang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari
bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh
dengan pakaiannya yang tetap berada seperti biasa, tidak ada tanda-tanda
sentuhan api sedikitpun. Mereka meninggalkan lapangan dalam keadaan heran
seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana
hal yang ajaib itu terjadi, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim
sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah. Ada sebagian
dari mereka yang dalam hati kecilnya mulai meragukan kebenaran agama mereka,
namun tidak berani menunjukkan rasa ragunya itu kepada orang lain, sedang para
pemuka dan para pemimpin mereka merasa kecewa dan malu, karena hukuman yang
mereka jatuhkan kepada diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat mengumpulkan kayu
bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan kegagalan, sehingga mereka
merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah S.W.T. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebagian
penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka, dan membuka banyak mata
hati dari mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya,
bahkan tidak kurang dari mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi
Ibrahim, namun khawatir akan mendapat kesusahan dalam penghidupannya akibat
kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan
menjadi murka bila mengetahui bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi
Ibrahim.